Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2018

Pendidik dan akhlak sebagai misi utama nabi muhammad SAW

Misi pendidikan Islam zaman Rasulullah Saw antara lain: Mendorong timbulnya kesadaran umat manusia agar mau melakukan kegiatan belajar dan mengajar Hal ini sejalan dengan firman Allah sebagai berikut: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Perintah membaca sebagaimana terdapat pada ayat tersebut sungguh mengejutkan untuk masyarakat Arab saat itu, karena membaca belum menjadi budaya mereka. Budaya mereka ialah menghafal, yakni manghafal syair-syair yang di dalamnya memberikan ajaran yang harus mereka jalani. Membaca dalam ayat tersebut selain berarti menghimpun atau mengumpulkan informasi dengan melihat huruf-huruf, kata-kata dan kalimat dalam sebuah buku atau referensi lainnya, juga mencakup pula meneliti, mengamati, mengidentifikasi, mengklasifikasi

Pengertian Dharuriyyat, Hajiyyat dan Tahsiniyyat

Menurut al-Syatibi ada 3 (tiga) kategori tingkatan kebutuhan untuk mencapai kemashlahatan, yaitu: 1.       Dharuriyyat  adalah tingkat kebutuhan yang harus ada atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia. Keperluan dan perlindungan al-dharuriyyat ini dalam buku ushul fiqh, termasuk as-Sythibi, membagi menjadi lima buah, yaitu pemenuhan keperluan serta perlindungan yang diperlukan untuk: A)     keselamatan agama (ketaatan ibadah kepada Allah SWT) B)     keselamatan nyawa (perindividu), C)     keselamatan akal (termasuk hati nurani), D)     keselamatan atau kelangsungan keturunan (eksistensi manusia) serta terjaga dan terlidunginya harga diri dan kehormatan seorang dan E)      keselamatan serta perlindungan atas harta kekayaan yang dikuasai atau dimiliki seorang. Kelima  dharuriyyat  tersebut adalah hal yang mutlak harus ada pada diri manusia. Karenanya Allah swt menyuruh manusia untuk mel

PENGKOLABORASIAN ISLAM PRIBUMI YANG MENGHASILKAN ISLAM NUSANTARA

Islam Nusantara sesungguhnya hanya penyerdehanaan dari tipologi Islam Indonesia hasil perpaduan anatara Islam dengan kebudayaan Nusantara. Nusantara dalam prespektif ini bukanlah hanya pada konsep geografis, lebih jauh dari itu Nusantara merupakan encounter culture (pusat pertemuan budaya) dari seluruh dunia. Mulai dari budaya Arab, India, Turki, Persia termasuk adri budaya Barat yang melahirkan budaya dan tata nilai yang sangat khas. Oleh karena itu, Nusantara bukan sebuah konsep geografis melainkan sebuah konsep filosofis dan menjadi prespektif atau wawasan sebuah pola pikir, tata nilai dan cara pandang dalam melihat dan menghadapi budaya yang datang. Kajian Islam Nusantara bukan sekedar kajian terhadap kawasan Islam, tetapi lebih penting lagi merupakan kajian terhadap tata nilai Islam yang ada di kawasan Nusantara yang telah tumbuh dan berkembangkan oleh para wali dan ulama sepanjang sejarahnya, mulai dari Samudera Pasai, Malaka, Palembang, Banten, Jawa. Islam yang datang ke Nusa

Transmisi Keilmuan dalam Islam Nusantara

Sumber utama ilmu, etika, dan hukum dalam islam adalah al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Maka barang siapa yang berprgang teguh pada keduannya, ia akan berjalan diatas jalan yang lurus. [1] Hal ini disepakati oleh kaum muslimin, namun kebanyakan orang terutama kaum yang mengaku sebagai modernis . Otentisitas al-Qur’an dijamin oleh Allah sendiri, sebagaimana diterangkan dalam surat Al-Hijr, ayat 9. Validitas hadis-hadis nabawi juga diteliti oleh para ulama hadis, dan hanya terdapat sedikit saja perbedaan pendapat didalamnya. Artinya, sumber normatif ajaran islam selalu ada dan dapat diakses oleh kaum muslimin. Masalahnya, apakah setiap individu muslim mampu melakukan istinbath hukum dan pemahaman dari kedua sumber tersebut? Disinilah perlunya sanad atau genealogy dalam transmisi keilmuan islam. Ibnu al-Mubarok, sebagaimana dikutip oleh imam muslim mengatakan bahwa isnad adalah urusan agama. Kalau urusan isnad tidak diperhatikan, maka setiap orang bisa bicara apa saja sekehendak