Rais am PBNU dari masa kemasa berserta Biografinya
Kepengurusan Nahdlatul Ulama dibedakan menjadi dua, yakni Syuriah (setara legislatif) dan Tanfidziyah (setara eksekutif), jabatan tertinggi Syuriah disebut Rais' Aam, sedangkan jabatan tertinggi Tanfidziyah disebut Ketua Umum. Ketua umum dalam menjalankan tugas-tugasnya harus tunduk dan patuh kepada Rois ‘Aam.
Rais 'Aam adalah jabatan tertinggi didalam tubuh kepengurusan
Nahdlatul Ulama’ yang keberadannya ada di dalam jajaran syuriah (sesepuh). Rais
‘Aam dibantu oleh Wakil, Katib, dan A'wan. Jabatan Rais 'Aam pertama
kali adalah Hadratussyaikh
Hasyim Asy'ari dengan
sebutan Rais Akbar sebab beliau sebagai pendiri sekaligus
pimpinan tertinggi pertama kali di dalam Nahdlatul Ulama. Saat ini pejabat Rais 'Aam masa khidmat
2022-2027 adalah KH. Miftachul Akhyar.
Mari kita
simak siapa saja yang pernah menjadi Rais am PBNU dari masa kemasa berserta
Biografinya.
Pertama, Masa
Khidmat PBNU 1926-1947.
Hadratussyaikh Kiai Haji Muhammad
Hasyim Asy'ari adalah seorang ulama besar bergelar pahlawan nasional
dan merupakan pendiri sekaligus Rais Akbar Nahdlatul Ulama. Beliau memiliki julukan Hadratussyaikh yang
berarti Maha Guru dan telah hafal Kutubus Sittah (6 kitab hadits),
serta memiliki gelar Syaikhul Masyayikh yang berarti Gurunya
Para Guru. Beliau adalah putra dari pasangan K.H. Asy'ari dengan Nyai
Halimah, dilahirkan di Desa Tambakrejo,
Jombang, Jawa Timur, dan memiliki
anak bernama KH. A Wahid
Hasyim yang merupakan salah
satu pahlawan nasional perumus Piagam Jakarta, serta cucunya yakni KH. Abdurrahman Wahid, merupakan Presiden RI ke-4.
Kiai Hasyim wafat pada tanggal 25 Juli 1947 M atau 7 Ramadan
1366 H, saat itu di Kiai Hasyim menerima kedatangan utusan Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Bung Tomo yang
hendak mengabarkan keadaan negara setelah terjadinya Agresi Militer I pada 21
Juli 1947. Kiai Hasyim kaget sebab mendengar cerita dari utusan tersebut bahwa
Singosari telah direbut oleh Jenderal Spoor.
Mendengar kabar itu, Kiai Hasyim sangat kaget hingga ia jatuh
pingsan, sempat didatangkan dokter namun nyawanya tak bisa diselamatkan lagi,
ia dimakamkan di komplek Pondok Pesantren
Tebuireng, Diwek, Jombang.
Kedua, Masa
Khidmat PBNU 1947-1971.
K.H. Abdul Wahab
Hasbullah (31 Maret
1888 – 29 Desember 1971) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama
yang berpandangan modern, dakwahnya dimulai dengan mendirikan media massa atau
surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan
Berita Nahdlatul Ulama. Ia diangkat sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia oleh
Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November 2014.
Ayah KH Abdul Wahab Hasbullah
adalah KH Hasbulloh
Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa Timur, sedangkan Ibundanya bernama Nyai
Latifah.
Ia belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada Syaikhona R. Muhammad
Kholil Bangkalan, Madura,
dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan Hadratusy Syaikh KH. M.
Hasyim Asy‘ari. Disamping itu, Kyai Wahab juga merantau ke Mekkah untuk
berguru kepada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil
nilai istimewa.
Ketiga, Masa Khidmat PBNU 1971-1980
Kiai Haji Bishri Syansuri (18
September 1886 – 25 April 1980) seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama. Bisri Syansuri dilahirkan di Kecamatan
Tayu, Pati, Jawa Tengah, tanggal 18 September 1886. Ayahnya bernama Syansuri dan
ibunya bernama Mariah. Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ia
memperoleh pendidikan awal di beberapa pesantren lokal, antara lain pada KH Abdul Salam di Kajen, KH
Fathurrahman bin Ghazali di Sarang Rembang, Syaikhona Muhammad
Kholil di Bangkalan, dan KH Hasyim Asy'arie di Tebu Ireng, Jombang.
Saat belajar tersebut ia juga berkenalan dengan rekan sesama santri, Abdul Wahab Chasbullah, yang kelak juga menjadi tokoh NU.
Ia kemudian mendalami
pendidikannya di Mekkah dan
belajar ke pada sejumlah ulama terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir,
Syekh Muhammad Sa'id Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad
Khatib Padang, Syekh Syu'aib
Daghistani, dan Kiai Mahfuz Termas.
KH Bisri Syansuri meninggal
dunia dalam usia lanjut tahun 1980 di Denanyar, Jombang, Jawa Timur.
Ke-empat, Masa
Khidmat PBNU 1981-1984.
Kiai Haji Ali
Maksum lahir di Lasem, Jawa Tengah (02 Maret 1915 – 07 Desember 1989)
. Ayahnya bernama KH. Ma’shum dan ibunya Nyai. Hj. Nuriyah.
Kiai Haji Ali
Maksum lahir dan besar di lingkungan pesantren. Kiai
Haji Ali Maksum pernah menjabat sebagai Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 1981-1984 menggantikan
Rais Aam periode sebelumnya, KH. Bisri Syansuri yang meninggal pada 25 April 1980. Kiai
Haji Ali Maksum terpilih sebagai Rais Aam berdasarkan hasil
Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama pada 30 Agustus – 2
September 1981 di Kaliurang, Yogyakarta.
Kiai Haji Ali
Maksum juga aktif menjadi dosen di IAIN Sunan Kalijaga sejak tahun 1960-an serta menjadi anggota
Tim Penterjemah Alquran sejak tahun 1962.
Kiai Haji Ali
Maksum wafat pada hari Kamis, 7 Desember 1989 dalam usia
74 tahun. Ali Maksum wafat beberapa hari setelah dilangsungkan Muktamar NU
ke-28 di pesantren al-Munawwir Krapyak.
Ke Lima, Masa
Khidmat PBNU 1984-1991.
Kiai Haji Ahmad
Shiddiq (24 Januari 1926 – 23 Januari
1991) adalah tokoh Nahdlatul Ulama yang pernah menjabat sebagai Rais Aam
Syuriah pada tahun 1984 hingga 1991.
KH. Achmad Shiddiq lahir
dengan nama kecilnya, Achmad Muhammad Hasan, di Jember pada hari Ahad Legi 10
Rajab 1344 (tanggal 24 Januari 1926). Ia adalah putra bungsu Kyai Shiddiq dari
lbu Nyai H. Achmad ditinggalkan ibunya pada usia 4 tahun, kemudian ayahnya pada
usia 8 tahun. Karena itu, kakaknya, Kyai Mahfudz Shiddiq, bertugas mengasuh
Achmad, sedangkan Kyai Halim Shiddiq mengasuh Abdullah yang masih berumur 10
tahun. Ada yang menduga, bahwa bila Achmad terkesan banyak mewarisi sifat dan
gaya berpikir kakaknya (Kyai Mahfudz Shiddiq).
Setelah waktu berlalu, Kyai
Mahfudz mengirim Achmad untuk menimba ilmu di Tebuireng. Semasa di Tebuireng, Kyai Hasyim melihat potensi
kecerdasan pada Achmad, sehingga, kamarnya pun dikhususkan oleh Kyai Hasyim.
Achmad dan beberapa putra-putra kyai dikumpulkan dalam satu. kamar.
Kecerdasan dan kepiawaiannya
berpidato, menjadikan Achmad sangat dekat hubungannya dengan Wahid Hasyim. Kyai Wahid telah membimbing Kyai Achmad dalam
Madrasah Nidzomiyah. Ketika Wahid Hasyim memegang jabatan ketua MIAI, ketua NU
dan Menteri Agama, Achmad Shiddiq dipercaya sebagai sekretaris pribadinya.
Di NU sendiri, karier Kyai
Achmad bermula di Jember. Tak berapa lama, Kyai Achmad sudah aktif di
kepengurusan tingkat wilayah Jawa Timur, sehingga di NU saat itu ada 2 bani
Shiddiq yaitu: Kyai Achmad dan Kyai Abdullah (kakaknya). Bahkan pada Konferensi
NU wilayah berikutnya, pasangan kakak beradik tersebut dikesankan saling
bersaaing dan selanjutnya Kyai Achmad Shiddiq muncul sebagai ketua wilayah NU
Jawa Timur.
Ke Enam, Masa
Khidmat PBNU 1991-1992.
Kiai Haji Ali
Yafie (lahir 1 September 1926) adalah ulama fiqh dan mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia.[butuh
rujukan] Ia adalah tokoh Nahdlatul Ulama, dan pernah menjabat sebagai pejabat sementara
Rais Aam (1991-1992).
Kiai Haji Ali Yafie memperoleh pendidikan pertamanya
pada sekolah dasar umum, yang dilanjutkan dengan pendidikan di Madrasah
As'adiyah yang terkenal di Sengkang, Sulawesi Selatan. Spesialisasinya
adalah pada ilmu fiqh dan dikenal luas sebagai seorang ahli dalam
bidang ini. Ia mengabdikan diri
sebagai hakim di Pengadilan Agama Ujung Pandang sejak 1959 sampai 1962, kemudian inspektorat Pengadilan Agama Indonesia
Timur (1962-1965).
Pada Muktamar NU di Semarang 1979 dan Situbondo 1984, ia terpilih kembali sehagai Rais, dan di
Muktamar Krapyak 1989 sebagai wakil Rais Aam. Karena Kiai Achmad Siddiq meninggal dunia pada 1991, maka sebagai
Wakil Rais Aam ia kemudian bertindak menjalankan tugas, tanggung jawab, hak dan
wewenang sebagai pejabat sementara Rais Aam.
Ke Tujuh, Masa
Khidmat PBNU 1992-1999.
Kiai Haji Muhammad
Ilyas Ruhiat adalah seorang ulama besar Nahdhatul Ulama, dan pernah menjabat sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (1992-1999).
Kiai Haji
Muhammad Ilyas Ruhiat, dilahirkan di Cipasung
pada 31 Januari 1934, ayahnya adalah ulama besar di kabupaten tersebut, Kiai Haji Ruhiat dan ibunya Hj. Aisyah.
Sebagai ulama yang cukup
berpengaruh di kalangan NU, Ilyas hanya mengecap pendidikan formal selama 3
tahun di sekolah rakyat.
Ilyas juga mendapat
pendidikan pesantren, yakni di Pondok Pesantren Cipasung yang dipimpin ayahnya, KH Ruhiat. Sejak
kecil, Ilyas berpembawaan tenang dan sejuk, namun diakui oleh para ulama di kalangan
NU dan non-NU sebagai ulama yang cerdas.
Pada tahun 1989, saat
muktamar NU di Krapyak, Ilyas menjadi salah seorang Rois Syuriah
Pengurus Besar (PB) NU. Puncaknya, pada tahun 1994, pada muktamar ke-29 NU yang
berlangsung di Pesantren Cipasung,
Tasikmalaya, Ilyas terpilih sebagai Rois Am PB NU, mendampingi KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai Ketua Umum PB NU.
Ia meninggal usia 73 tahun
dan dimakamkan di Kediamannya di Kompleks Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya pada tanggal 18 Desember 2007.
Ke Delapan,
Masa Khidmat PBNU 1999-2014.
Dr. (HC). K.H.
Mohammad Achmad Sahal Mahfudh selama dua periode menjabat sebagai Rais Aam
Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sejak 1999 hingga 2014.
Kiai Sahal adalah pemimpin Pesantren Maslakul Huda (PMH) sejak tahun 1963. Pesantren
di Kajen, Margoyoso (Pati, Jawa Tengah) ini didirikan ayahnya, K.H. Mahfudh
Salam, pada 1910. Selain itu Kiai Sahal adalah rektor Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU), Jepara, Jawa Tengah pada tahun 2013.
Pada tanggal 24 Januari 2014, Kiai Sahal meningal dunia di kediamannya di
kompleks Pesantren Maslakul Huda Kajen Margoyoso Pati
Ke Sembilan, Masa Khidmat PBNU 2014-2015.
Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus (lahir 10 Agustus 1944 di Rembang) adalah pimpinan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang. Gus Mus pernah menjadi Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tahun 2014 hingga 2015 karena
menggantikan KH. Sahal Mahfudz yang wafat.
Pendidikan Gus Mus dimulai
di Sekolah Rakyat (SR) Rembang, kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri di bawah asuhan KH. Marzuqi Dahlan dan KH. Mahrus Aly kurang lebih selama satu setengah tahun.
Setelah itu ia melanjutkan menimba ilmu di Pondok Pesantren Al Munawwir,
Krapyak, Yogyakarta selama empat tahun di bawah asuhan KH. Ali Maksum dan KH. Abdul Qadir. Seetelah menamatkan di
pondok tersebut ia menimba ilmu di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.
Gus Mus adalah seorang
pemuka agama atau ulama pertama kali yang memperoleh penghargaan "Yap
Thiam Hien" pada tahun 2017 karena ia dikenal sebagai pejuang Hak Asasi Manusia.
Ke Sepuluh,
Masa Khidmat PBNU 2015-2018.
Prof. Dr. (HC.) K. H. Ma'ruf Amin Lahir dengan nama Ma'ruf al-Karkhi pada
tanggal 11 Maret 1943, yang bertepatan pada tanggal 4 Rabiulawal 1362
Hijriyah di Desa Kresek, Tangerang, Keresidenan Banten, dari pasangan Kyai Haji Mohamad Amin dan Hajjah
Maimoenah.
Pada tahun 1955, Ma'ruf
memperoleh pendidikan awalnya di Sekolah Rakyat Kresek dan bersamaan juga ia digemblengkan
pengetahuan agama di Madrasah Ibtidayah Kresek, kemudian melanjutkan pendidikan
menengah Madrasah Tsanawiyah (1958) dan Madrasah Aliyahnya (1961) di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur milik Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul 'Ulama.
Saat ini adalah Kiai Haji
Ma'ruf Amin Wakil Presiden Indonesia
ketiga belas sejak 20 Oktober 2019.
Ke Sebelas,
Masa Khidmat PBNU 2018–2027.
K.H. Miftachul
Akhyar (lahir 30 Juni 1953) adalah seorang ulama
yang saat ini menjabat sebagai Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sejak tahun 2018.
Kyai Miftah tercatat pernah
'nyantri' di beberapa pesantren ternama, di antaranya Pondok Pesantren Tambak
Beras, Jombang; Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan; Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah;
juga mengikuti Majelis Ta'lim Sayyid Muhammad bin Alawi
Al-Makki Al-Maliki di Malang, tepatnya ketika Sayyid Muhammad masih
mengajar di Indonesia.
Selain itu, ia juga
merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya.
Demikian sebelas biografi Rais Aam PBNU dari Masa Kemasa.
Komentar
Posting Komentar