STRATEGI PENGEMBANGAN PMII DIKAMPUS UMUM

 


  PMII didirikan oleh 13 pendiri, namun setelah dalam memilih ketua umum pertama dari 13 pendiri ini memberikan mandat  kepada Mahbub Djunaidi bukan dari 13 pendiri PMII. Seharusnya dari 13 pendiri ini salah satunya menjadi ketua umum pertama namun tidak, karena PMII berdiri bukan untuk membentuk kader yang mempunyai sifat Egois.

Setelah mengikuti PKD kader PMII harus bisa melepaskan kepentingan individu, dan bias membedakan kepentingan pribadi dengan kepentingan Organisasi.

Dengan kondisi mahasiswa yang hedon kader PMII harus mempunyai perbedaan diantara mahasiswa yang lain. Kader PMII harus mempunyai tanggung jawab yang besar di dalam kampus, agar bisa berbeda dengan mahasiswa yang lain.

Dalam bentuk Dzikir dalam tri Motto PMII. Kader PMII harus lebih menunjukkan ke-islamannya, dengan menguasai masjid-masjid kampus akan lebih mudah menarik kelompok mahasiswa yang sekuler yang butuh dengan ilmu ke-agamaan. Di kampus-kampus Negeri banyak mahasiswa yang lebih tertarik ke HTI yang bisa menguasai masjid-masjid kampus.

Dalam bentuk Fikir (intelektual), Kader PMII minmal mempunyai IPK di atas 3 dengan prestasi yang tinggi kader PMII terlihat menonjol di dalam kelas maka mahasiswa yang lain akan mudah mengikuti PMII.

Menurut Survei kaum milineal lebih doyan diskusi keagamaan diabanding diskusi politik.

Ada tiga aspek yang bisa memjpercepat kaderisasi di kampus :

1.     Rebut simpati mahasiswa, dengan trend-trend zaman sekarang.

2.     Rebut prestasi di kampus

3.     Rebut post-post strategis di BEM.

Dengan tiga cara ini, maka akan lebih mudah mengembangkan PMII di kampus. Jika ada organisasi ektra kampus selain PMII disitu, maka tidak ada alasan jika PMII berkembang besar di kampus itu. Tantangan saat ini buan hanya mahasiwa hedon namun dalam bidang keagamaan juga berpengaruh besar dalam berkembangnya PMII di kampus-kampus.

Setelah di bai’at nanti kader PMII harus mempunyai perbedaan diantara yang belum mengikuti PKD. Dari segi apapun.

Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat sulit dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak dan melakuakan tugas-tugas keorganisasiannya dengan baik dan dinamis.
“Dan hendaknya takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar” (An-Nisa : 9).
Bung Hatta pernah bertutur mengenai kaderisasi, “Bahwa kaderisasi sama artinya dengan menanam bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan, pemimpin pada masanya harus menanam!”.
Dalam kaderisasi ada dua ikon penting yaitu :
1. Pelaku Kaderisasi (subyek)
2. Sususnan Kaderisasi (obyek)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) fungsi dasarnya adalah kaderisasi, sesuai dengan tugas PMII “terbentuknya pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, cakap dan bertanggungjawab, mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia (Tujuan PMII, Pasal 4 AD/ART).

Pola kaderisai PMII memiliki karakter dan karakteristik yang berbeda-beda sesuai denga kondisi lingkungan dan situasi karakter mahasiswa pada jenis lembaga serta fakultas tertentu. Oleh karena itu pemahaman tentang teritorial PMII sangat perlu untuk ditanamkan. Berangkat dari pemahaman tersebut, pengurus komisariat maupun pengurus rayon memiliki kultur dan tantangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang ada pada kampus-kampus yang berlatar belakang Islam.

Keberagaman latar belakang kultur mahasiswa di kampus umum serta padatnya waktu kuliah menjadi tantangan yang berat bagi PMII kampus umum. Untuk itu diperlukan formulasi kaderisasi yang matang agar tetap mampu bertahan di tengah kondisi kampus yang heterogen. Banyak jumlah kajian keilmuan di kampus umum dengan berbagai fakultas yang mempelajari disiplin ilmu dapat dijadikan modal untuk memaksimalkan pengembangan potensi kader sesuai dengan budaya masing-masing. Melalui pengembangan potensi tersebut makan akan tercipta kader-kader PMII yang layak dan kondusif untuk di tempatkan pada lini-lini yang terdapat di tiap lembaga kampus.

Dalam segi internal PMII, problem yang menjadi penyebab kurang hafalnya suatu kaderisasi adalah tidak adanya ruang sebagai media aktualisai bagi anggota maupun kader yang telah demisioner sebagai pengurus PMII sehingga tidak ada sinergitas bagi mereka terhadap fungsi kaderisasi. Perlu adanya ruang untuk meyakinkan para pengurus demosioner agar tidak lepas peran dan fungsi terhadap kaderisasi.

Penanaman nilai-nilai keislaman dan pemahaman ke-PMII-an harus disesuaikan dengan proses melalui ruang kaderisasi nonformal dan ruang kultural yang ada agar nilai dan pemahaman tersebut dapat disampaikan baik secara tekstual ataupun nontekstual. Kaderisasi nonformal bertujuan untuk membekali kader dengan pengetahuan dan keterampilan spesifik yang dibutuhkan oleh kader, maka output yang dihasilkan pada ruang kaderisasi ini terhadap pemahaman ke-PMII-an adalah meluluskan kader-kader yang ulil albab. Dalam pemahaman nilai-nilai keislaman, yang kultural yang ada merupakan pusat produksi ASWAJA sebagai manhaj al-fiqr PMII. Ruang kultur sangatlah penting mengingat kampus umum sangat kering keagamaannya.

Menyalurkan kaderisasi tentu butuh yang namanya “ritual” agar tercipta sebuah kesinambungan gerakan. Selain itu perlu adanya inovasi dan kreativitas dalam berpikir menjalankan kaderisasi agar kaderisasi yang dilakukan tepat sasaran. Tujuan lebih kepada aspek kuantitas contohnya sebelum melakukan Mapaba perlu adanya sebuah kegiatan pra-Mapaba yang bertujuan untuk pendalaman emosial dan pengenalan PMII kepada sasaran biasanya mahasiswa baru.

PMII Unila yang akrab disapa dengan nama PMII Komisariat Brojonegoro merupakan perintis berdirinya PMII di tanah Sai Bumi Ruai Juarai, bahkan dahulu PMII Unila adalah barometer pergerakan di Lampung. PMII Unila merupakan kiblat bagi seluruh PMII di berbagai penjuru Lampung. Banyak kader-kader yang sudah menjadi alumni sukses di berbagai profesi serta menduduki posisi strategis yang tersebar di berbagai daerah di Lampung baik sebagai pejabat, pengusaha, politisi, akademi dan banyak lagi sebagainya.

Beridirinya PMII Unila diprakarsai Teddy Junaidi, Rustam Efendi, dan beberapa tokoh lainnya yang merasa jenuh dengan nuansa gerakan mahasiswa di Unila yang condong monoton pada tahun 1965-an. Dalam perjalanannya PMII Unila sempat mengalami pasang surut, sempat mengalami kekosongan kegiatan dan kader antara tahun 2000 sampai tahun 2006. Penyebabnya adalah perumusan formula kaderisasi yang belum tepat sasaran, sehingga berdampak pada vakumnya PMII Unila.

Dinamika-dinamika kaderisasi tersebut dari mulai harmonisasi sejarah sampai dengan kemerosotannya, merupakan cermin bagi para pengurus, baik pengurus komisariat maupun pengurus rayon agar dalam menjalankan fungsi kaderisasi dapat memahami aspek-aspek apa saja yang harus dicukupi untuk menjalankan kaderisasi. Agar tidak terjebak kepada kemerosotan organisasi, dan dapat mengulang kembali harmonisasi sejarah kejayaan PMII kampus umum khususnya Unila.

Dapat dipahami bahwa kaderisasi memiliki tugas atau tujuan sebagai proses humanisasi atau pemanusiaan/memanusiakan. Manusia yang bertakwa kepada Allah SWT, manusia yang beriman, manusia yang selalu mengingat Allah SWT di setiap saat, manusia yang setia dengan janji Allah SWT dan ridak melanggar perjanjian dengan-Nya, manusia yang mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia, perjalanan alam semesta dan dari ayat-ayat-Nya sehingga dapat melaksanakan tujuan PMII.

Pada dasarnya seorang kader yang telah bergabung dan berikrar untuk menjadi bagian dari organsasi PMII harus mempunyai dasar dan keyakinan bahwasanya PMII merupakan wadah yang tepat dalam rangka menggodok dirinya berkreatifitas dan mengembangkan diri. Seorang kader akan dituntut untuk mampu membaca, menganalisa dan memutuskan bagaimana dirinya mampu mengembangkan dan mewujudkan tujuan PMII yang termaktub dalam Anggaran Dasar bab IV pasal 4 yaitu:" Terbentuknya pibadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya komitmen dalam mempejuangkan cita2 kemerdekaan Indonesia".

Untuk mencapai dan mewujudkan tujuan tersebut diatas maka disini diperlukan adanya sebuah strategi, yaitu strategi bagaimana mengembangkan PMII. dimana strategi merupakan sebuah arahan atau batasan-batasan dalam mengimplementasikan sebuah planning atau program tertentu yang selanjutnya akan didapati tolak ukur capaian-capaian bagi seorang kader.

Disini perlu titik tekan bahwa strategi harus dipahami seorang kader yang sudah menempuh jenjang pengkaderan tingkat dua yaitu Pelatihan Kader Dasar (PKD). Hal ini juga harus mampu di ejawantahkan oleh tiap-tiap kader, terutama yang masuk dalam jajaran kepengurusan di level-level kepengurusan PMII, baik di Rayon, komisariat, cabang dst..

Ada beberapa faktor yang paling tidak menjadi dasar dalam menentukan arah dan strategi pengembangan PMII baik secara internal dan external.

Internal

a.       Visi dan misi

Visi misi disini tentunya secara otomatis akan merujuk pada AD/ART hasil kongres PMII, akan tetapi pada intinya yang penting adalah proses tranformasi dari nilai-nilai yang termaktub dalam visi misi tersebut yang kemudian di kerangkakan dalam sebuah program-program kerja di tingkatan kepengurusan PMII di level-level tertentu. Dan tidak kalah pentingnya adalah rumusan-rumusan produk dan peraturan organisasi yang konsisten dan tegas sebagai panduan konstitutif sehingga tercipta mekanisme organisasi yang teratur.

b.      Leadership/ kepemimpinan yang tranformarmatif

“Kualitas kepemimpinan, lebih dari pada faktor lainnya, menentukan sukses atau gagalnya sebuah organisasi” kutipan tadi betapa menggambarkan pentingnya peran seorang pemimpin yang transformative.

Mendengarkan, memperhatikan, menghargai, dan melayani kader adalah perilaku sehari-hari pemimpin transformasional ini, namun pada suatu ketika seorang pemimpin sejati akan mengambil posisi secara tegas ketika dihadapkan pada situasi untuk menentukan sebuah proses kebijakan (decission making) yang dilandaskan pada nilai-nilai dasar pergerakan.

Setidaknya ada beberapa indikasi dari seorang pemimpin yang baik antara lain:

1)      Berorientasi kepada manusia (memperlakukan manusia seutuhnya)

2)      Memperhatikan proses pelaksanaan (perpaduan kemampuan teknis dan manajerial)

3)      Memiliki semangat keluar

4)      Berorientasi dengan pendekatan sistem ( memahami arah gerak organisasi)

5)      Bekerja dengan pragmatis, fleksibel dan mampu memahami perbedaan

6)      Berorientasi ke masa depan.

 

c.       Pengembangan Kapasitas Kader

Diakui ataupun tidak ditengah tantangan kemajuan IPTEK akan memberikan dampak luar biasa pada pola-pola interaksi di lingkungan mahasiswa, baik perilaku, pergaulan, sampai ketataran budaya, ini merupakan peluang sekaligus bagi seorang pengkader untuk melaksanakan fungsi dan tugas sebagai pengkader. Dari sebagian besar kalangan kader PMII notabene adalah kaum-kaum pinggiran, PMII harus mampu membaca dan mengidentifikasi dari kondisi kader-kader local didaerah masing-masing. Dalam hal ini PMII sebagai wadah kader-kader intelektual yang haus akan wacana, harus cerdik dan pandai mensiasati pola dan perilaku kader di local-lokal kampus yang heterogen pada akhirnya akan terumuskan sebuah solusi dari kondisi tersebut, semisal dengan forum-forum diskusi yang lebih variatif dalam membedah wacana, baik wacana idiologi, politik, gerakan maupun interpreunership, yang pada akhirnya mampu menjalankan kekhalifahan yang terjawantahkan dalam perilaku keseharian, baik sebagai kader bangsa maupun kader agama.

External

a.       Pengembangan Steakholder

Sebagai organisasi yang focus dalam gerakan moral tentunya PMII tidak akan lepas dari sebuah system interest dan system politik bernegara. Negara sebagai ruang lingkup gerakan tentunya  PMII harus pandai-pandai dalam memposisikan diri, bagaimana harus mengikuti arus dan adakala harus melawan arus. Di era 90-an semua organ-organ gerakan mahasiswa memang dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan, yang mengharuskan harus berada pada posisi akan selalu menyuarakan kepentingan rakyat dengan idiom-idiom demokrasi, HAM, supremasi sipil dan lain-lain.

Namun di masa sekarang PMII di hadapkan pada situasi iklim yang demokratis, yang semua harus transparan, akuntabel dan semua harus berdasarkan data serta proses bernegara dilaksanakan dengan perangkat-perangkat sistem yang kompleks, maka pada kondisi ini PMII selain melaksanakan perannya sebagai kawahcandradimuka bagi mahasiswa yang tergabung di dalamnya, juga harus tetap berperan sebagai agent of kontrol terhadap keberlangsungan demokrasi.

Selain dari pada itu salah satu pilar dari kekuatan global yang terus menjadi ancaman adalah para pemilik modal, betapa tidak para pemilik modal tentunya akan melakukan apapun untuk melakukan privatisasi di berbagai sektor yang tentunya akan sangat rawan terjadinya negosiasi dengan pihak-pihak yang berkempentingan di dalamnya, termasuk juga pemerintah.

Pada kondisi ini PMII harus mampu menjadi mediator, inovator maupun motivator bagi segenap elemen, bagaimana proses bernegara ini berjalan sesuai dengan cita-cita founding father yaitu kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Nah, tentunya PMII tidak akan mampu untuk melakukan hal tersebut sendiri, disini diperlukan sebuah proses komunikasi dan proses berjejaring organ-organ gerakan yang lain, LSM, media dll, dengan catatan selama dalam proses ini tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar dalam PMII.

b.      Mampu Membaca Isue-Isue Sentral

Setelah terbentuknya kwalitas kader maka akan secara mudah dan otomatis PMII akan menjadi organisasi yang akan di perhitungkan, dengan sering berdiskusi dan melakukan komunikasi maka PMII harus mampu membaca satu grade lebih dahulu tentang proyeksi isu yang akan terjadi di waktu mendatang baik isu local maupun nasional.

1.     Komunikasi  à Integrasi intern organisasi 

2.     Evaluasi program à merupakan upaya untuk identifikasi dalam penentuan kerangka program kerja.

3.     Pengambilan keputusan à  Identifikasi tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan.

4.     Aksi  à proses ihtiar dalam mewujudkan tujuan tertentu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ushul Fiqh: pengertian amar dan nahi

Pengertian Dharuriyyat, Hajiyyat dan Tahsiniyyat

Makalah : Fiqih Muamalah Ju’alah ( Pemberian Upah )