Makalah Pengertian Riba
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba
Riba
berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembaliaan berdasarkan
presentase tertentu dari jumlah peminjaman pokok yang dibebankan kepada
peminjam.Menurut bahasa riba memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1.
Bertambah (Aziyaadatu), berasal dari kata “raba” yang
sinonimnya : nama wa zada, artinya tumbuh dan tambah. karena salah satu
perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.
Berkembang, berbunga (Annaamu), karena salah satu perbuatan
riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan terhadap
orang lain.
3.
Berlebihan atau menggelembung,
kata-kata ini berasal dari firman Allah dalam QS.Al-haj ayat 5 yang artinnya
“Bumi jadi subur dan gembur”
Ada beberapa pengertian riba menurut para ahli :
a. Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Qur’an, riba adalah suatu perbuatan mengambil
harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang yang meminjamkan uang 1000 rupiah
mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia mendapat tambahan 1000 rupiah tanpa
ganti.
b. Menurut Mughni Muhtaj oleh Syarbini,
riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung
tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan
kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
c. Menurut Al-Jurnaini merumuskan definisi riba yaitu kelebihan atau tambahan pembayaran
tanpa ada ganti atau imbalan yang disyariatkan dari salah seorang bagi dua
orang yang membuat akad.
d. Menurut Ijtima Fatwa Ulama Indonesia,
riba adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penanggungan dalam
pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya atau biasa disebut dengan riba
nasi’at.
e. Menutur Al-mali, riba
adalah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui
perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan
tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduannya.
f. Menurut Abdurrahman al-jaziri, riba
adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau
tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.
g. Menurut Syaikh Muhammad Abduh, riba adalah
penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada
orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran
oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
h. Menurut Al-farabi, riba adalah setiap keuntungan
yang bukan berasal dari tambahan akibat berproduksi (ikhtiar), berdagang
produktif (ghurmi) dan memberikan jasa (dhaman).
i. Menurut syafi’iyah, riba
adalah akad atas ‘iwadh (penukaran) tertentu yang tidak diketahui persamaanya
dalam ukuran syara’ pada waktu akad atau dengan mengakhirkan (menunda) kedua
penukaran tersebut atau salah satunya.
Dalam
kitab suci-Nya Allah tidak memaklumkan perang kecuali kepada orang pemakan
riba.
Inilah beberapa ayat tentang
Riba yang artinya:ه
“Hai orang-orang yang berimanlah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah
dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (Al Baqarah: 278-279)
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ
ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah, dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Al
Baqarah:276)
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍۢ
مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا
تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. Al Baqarah : 279.
B.
Sebab-sebab
haramnya Riba
1. Adanya
nash dari Al Qur’an dan Al Hadits terkait pengharaman riba
2. Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak
ada imbangnya, seperti seseorang menukarkan uang kerta Rp. 10.000,00 dengan
uang recehan senilai Rp.9.950,00 maka uang senilai Rp.50,00 tidak ada
imbangannya, maka uang senilai Rp.50,00 adalah riba.
3. Riba
menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara
utang-piutang atau menghilangkan faedah utang-piutang sehingga riba lebih
cenderung memeras uang miskin dari pada menolongnya.
4. Mencerobohi
kehormatan seorang mu’min dengan mengambil berlebihan tanpa ada pertukaran
5. Membatalkan
perniagaan, usaha, kemahiran pengilangan dan sebagainya ini adalah karena cara
mudah mendapatkan uang yang menyebabkan keperluan asasi yang lain akan
terabaikan dan terbengkalai.
6. Merugikan
Dan Menyengsarakan Orang Lain
7. Orang
yang meminjam uang kepada orang lain pada umumnya karena sedang susah atau
terdesak. Karena tidak ada jalan lain, meskipun dengan persyaratan bunga yang
besar, ia tetap bersedia menerima pinjaman tersebut, walau dirasa sangat berat.
Orang yang meminjam ada kalanya bisa mengembalikan pinjaman tepat pada
waktunya, tetapi adakalanya tidak dapat mengembalikan pinjaman tepat pada waktu
yang telah ditetapkan. Karena beratnya bunga pinjaman, si peminjam susah untuk
mengembalikan utang tersebut. Hal ini akan menambah kesulitan dan kesengsaraan
bagi kehidupannya.
8. Pemakan
riba akan dihinakan dihadapan seluruh makhluk, yaitu ketika dibangunkan dari
kubur, ia seperti orang kesurupan lagi gila.
C.
Macam-Macam
Riba
Menurut sebagian ulama riba
terbagi kepada empat bagian bagian :
1.
Riba fadhal
2.
Riba nasi’ah
3.
Riba yad
4.
Riba qardli
Akan tetapi syafi’iyah membagi riba kepada 3 bagian :
1.
Riba Fadhal
2.
Riba Al-Yad
3.
Riba Nasi’ah.
a.
Riba
Fadhal
Ø Menurut hanafiah riba fadhal adalah tambahan benda dalam akad jual beli
(tukar-menukar) yang menggunakan ukuran syara’ (yaitu literan atau timbangan)
yang jenis barangnya sama.
Ø Menurut syafi’iyah riba fadhal adalah adanya tambahan atas dua benda yang ditukarkan
termasuk didalamnya riba qardh (utang).
Ø Menurut sayid sabiq riba fadhal adalah jual beli uang dengan uang atau makanan dengan
makanan disertai dengan kelebihan (tambahan).
Dari beberapa definisi yang
dikemukakan dapat disimpulkan bahwa riba fadhal adalah tambahan yang
diisyaratkan dalam tukar-menukar barang yang sejenis (jual beli barter) tanpa
adanya imbalan untuk tambahan tersebut. Misalnya, menukarkan beras ketan 10
kilogram dengan beras ketan 12 kilogram. Tambahan 2 kilogram beras ketan
tersebut tidak ada imbalannya, oleh karena itu disebut riba fadhal (kelebihan).
Dengan semikian apabila barangnya berbeda maka diperbolehkan dan tidak termasuk
riba. Misalnya menukarkan beras biasa 10 kilogram dengan beras ketan 8
kilogram.
Ada enam jenis barang yang termasuk harta ribawi :
1)
Emas
2)
Perak
3)
Gandum
4)
Jagung
5)
Kurma, dan
6)
Garam
b. Riba Al-Yad
Riba
al-yad dikenal digolongan syafi’iyah dan hanafiyah memasukan riba yad ini
kedalam riba nasi’ah, dengan istilah“fadhul ‘ain ‘alad dain” (kelebihan barang atas uang).
Pengertian riba al-yad seperti dikemukakan oleh wahbah zuhaili
adalah jual beli atau tukar menukar dengan cara mengakhirkan penerimaan kedua
barang yang ditukarkan atau salah satunya tanpa menyebutkan masanya. Yakni
terjadinya jual beli atau tukar menukar dua barang yang berbeda jenisnya,
seperti gandum dengan jagung (sya’ir), tanpa dilakukan penyerahan di majelis
akad.
c.
Riba
Nasi’ah
Ø Menurut Hanafiah riba nasi’ah adalah kelebihan tunai atas tempo dan kelebihan
barang atas utang di dalam barang yang ditakar atau ditimbang ketika berbeda
jenisnya, atau di dalam barang yang tidak ditakar atau ditimbang ketika berbeda
jenisnya, atau di dalam barang yang tidak ditakar atau ditimbang ketika
jenisnya sama. Atau dengan kata lain riba nasi’ah adalah menjual (menukar)
suatu barang dengan barang yang sama jenisnya, atau dengan barang yang tidak
sama dengan kelebihan takaran sebagai imbalan diakhirkannya penukaran, atau
tanpa tambahan seperti menjual satu kilogram kurma yang penyerahannya langsung
(di manjelis akad) dengan satu kilogram kurma yang penyerahannya tempo.
Ø Menurut Sayid Sabiq riba nasi’ah adalah tambahan yang disyaratkan yang diambil oleh
orang yang memberikan utang dari orang yang menerima utang sebagai imbalan
ditundanya pembayaran.
Dari
definisi diatas dapat difahami bahwa riba nasi’ah adalah tambahan yang
disebutkan dalam perjanjian penukaran barang (jual beli barter atau muqayadah) Sebagai imbalan atas
ditundanya pembayaran. Misalnya menjual (menukar) satu liter beras dengan dua
liter beras yang dibayar satu bulan kemudian. Kelebihan satu liter beras dalam
contoh tersebut merupakan riba, sebagai imbalan atas ditundanya pembayaran
selama satu bulan. Hanafiah juga memasukan kedalam kelompok riba nasi’ah suatu bentuk jual beli barter
(penukaran) yang tidak ada kelebihan, tetapi penyerahan imbalan (harga)
diakhirnya. Misalnya menukar satu kilogram satu kilogram yang di serahkan
secara langsung pada waktu akad dengan satu kilogram kurma yang diserahkan
secara langsung pada waktu akad dengan satu kurma juga tetapi penyerahannya
tempo. Ini termasuk riba nasi’ah, karena menurut hanafiah, satu liter kurma
yang diserahkan pada saat sekarang lebih berharga daripada satu liter kurma
yang diserahkannya nanti (tahun depan misalnya). Riba nasi’ah yang terahir ini oleh
syafi’iyah disebut riba yad.
Riba
nasi’ah ini disebut dengan riba jahiliyah, karena berasal dari kebiasaan
orang-orang arab jahiliyah. Kebiasaan tersebut adalah apabila masa utang
diperpanjang maka modal dan tambahannya diribakan lagi, sehingga lama kelamaan
utang tersebut akan beranak cici, sampai ahirnya orang yang berutang (debitur)
tidak mampu melunasinya dan habislah hartanya. Hal ini tentu saja sangat
merugikan masyarakat, oleh karena itu Allah melarangnya dengan keras dalam
beberapa ayat.
Pada
masa sekarang riba nasi’ah banyak dilakukan di lembaga-lembaga keuangan atau perbankan, yaitu
dengan model pinjaman uang yang pengembaliannya diangsur dengan bunga bulanan
atau tahunan seperti 7 %, 5 %, atau 1 % per bulan. Praktik model ini jelas
menunjukan riba dan bentuknya adalah riba nasi’ah, yang hukumnya sama dengan
riba nasi’ah. Pada masa sekarang ini praktik riba nasi’ah inilah yang banyak
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu mengambil keuntungan atau
kelebihan atas pinjaman uang yang pengembaliannya ditunda.
d.
Riba
Qardh
Yaitu
meminjamkan sesuatu dengan syarat adanya keuntungan atau tambahan bagi orang
yang meminjami atau mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang
sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad
mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000
adalah riba Qardh.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa riba qardh ini dikategorikan kepada riba nasi’ah [1].
Riba nasi’ah diharamkan karena nyata menimbulkan kemelaratan yang
sangat besar, dan riba yang lain karena menutup pintu kecelakaan .
Kaidah
Sesuatu yang dilarang karena
zatnya, tidak dibolehkan kecuali apabila terpaksa, tidak ada jalan lain.
Yang dilarang guna penutup
pintu kejahatan, dibolehkan karena hajat (maslahat)
Perbedaan antara Bunga dan Bagi
Hasil
Sekali
lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya
sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai
perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
· Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi
harus selalu untung
Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu
akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
· Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang
(modal) yang dipinjamkan
Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan
yang diperoleh
· Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang dijalankan olehpihak nasabah untung atau rugi. Bagi
hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha
merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
· Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun
jumlah keuntungan berlipat ”
Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan
jumlah pendapatan.
· Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh
beberapa kalangan
Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi
hasil.
D. Hal-Hal Yang Menyebabkan Riba
1.
Tidak sama nilainya
2.
Tidak sama nilai ukurannya
menurut syara’,baik timbangan, takaran ataupun ukuran
3.
Tidak tunai di majlis akad
E.
Dampak
Riba Bagi Ekonomi
Riba
(bunga) menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan kesejahteraan di muka bumi
ini. Bisa dilihat dan dirasakan di Indonesia sendiri dengan adanya riba banyak
terjadi distrosi yang sangat berpengaruh terhadap keadaan ekonomi di negeri ini
seperti inflasi, pengangguran, distribusi kekayaan yang tidak merata dan
resersi. Sehingga pengembangan harta terjadi pada para pengusaha dan hartawan,
padahal mereka hanya sebagian kecil dari seluruh anggota masyarakat, daya beli
mereka pada hasil-hasil produksi juga kecil. Pada waktu yang bersamaan,
pendapatan kaum buruh sangat kecil dan minim. Maka daya beli kebanyakan anggota
masyarakatpun kecil.
Hal ini merupakan masalah
penting dalam ekonomi, yakni siklus-siklus ekonomi. jika hal ini terus
berulang maka akan menimbulkan krisis ekonomi. para ahli ekonomipun berpendapat
bahwa salah satu penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar
sebagai peminjaman modal atau dengan singkat biasa kita sebut riba.
Riba
menimbulkan over produksi. Riba membuat daya beli sebagian masyarakat lemah sehingga
persediaan jasa dan barang semakin tertimbun, akibatnya perusahaan macet karena
produksinya tidak laku, dampaknya perusahaan mengurangi tenaga kerja untuk
menghindari kerugian yang lebih besar sehingga bertambahlah pengangguran di
negeri ini.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang riba
yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa :
Riba adalah suatu akad atau
transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya
menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek
akad atau salah satunya.
Cara
untuk menghindari riba adalah dengan berpuasa, menerapakan prinsip hasil bagi
hasil, wadiah, mudarabah, syirkah, murabahah, dan qard hasan.
Prinsip
hasil bagi dalam ekonomi sayariah memberikan nisbah tertentu pada deposannya,
maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan bunga bank,
ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya
pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui
hasilnya dengan pasti.
Berekonomi
secara syariah dapat mengatasi kemiskinan
Berekonomi dengan menggunakan riba akan menimbulkan kerusakan dan
kemadharatan.
Komentar
Posting Komentar