Pengertian Istihad

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Syari’at islam yang di sampaikan dalam Al-Qur’an dan Al-sunnah secara komperhensif, memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan. Di dalam keduanya terdapat lafadz ‘am-khos, muthlaq-muqayyad, nasikh-mansukh, dan muhkam-mutasyabbih, yang masih memerlukan penjelasan. Sementara itu, nash Al-Qur’an dan sunnah telah berhenti, padahal waktu terus berjalan dengan sejumlah peristiwa dan persoalan yang datang silih berganti. Oleh karena itu, diperlukan usaha penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak ditunjukkan secara tegas oleh nash tersebut. Disini peran ijtihad sangatlah penting.
Didalam makalah ini akan di bahas mengenai ijtihad, apakah yang disebut dengan ijtihad, apakah semua orang boleh melakukan ijtihad, dan bagaimanakah langkah-langkah atau cara berijtihad, serta akan membahas pula 3 tiang agama islam.
Rumusan Masalah
Mengenai rumusan masalah yang kan di bahas ialah mengenai :
Apakah yang disebut dengan ijtihad ?
Apakah semua orang boleh melakukan ijtihad ?
Apakah dasar-dasar ijtihad ?
Bagaimanakah cara berijtihad ?
Apa saja yang dimaksud dengan 3 tiang agama islam ?
Tujuan
Tujuan penulisan ini demi memenuhi tugas yang di ajuan oleh pemegang materi Arrumaniz, disamping itu juga ingin menambah pengetahuan lebih dalam lagi mengenai ijtihad dan tiga tiang agama islam. Serta dengan adanya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya.


BAB II
PEMBAHASAN
Ijtihad
Pengertian Ijtihad
Ahmad bin Ahmad bin Ali al-Muqri al-Fayumi menjelaskan bahwa ijtihad secara bahasa adalah :
بذل وسعه وطاقته في طلبه ليبلغ مجهوده ويصل الى نهايته
“Pengarahan kesanggupan dan kekuatan (mujtahid) dalam melakukan pencarian suatu upaya  kepada ujung yang ditujunya.”
Menurut al-Syaukoni arti etimologi ijtihad adalah :
عِبَارَةٌ عَنِسْ اسْتِفْرَاغِ الْوُسْعِ فِي اَيٍّ فِعْلٍ 
“Pembicaraan mengenai pengarahan kemampuan dalam pekerjaan apa saja”
Didalam ushul fiqih disebutkan bahwa ijtihad ialah :

اَلإِجْتِهَادُ إِسْتَفْرَاغُ الْوُسْعِ فِي َنيْلِ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ بِطَرِيْقِ الإِسْتِنْبَاطِ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَةِ
“Menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan menentukan dari kitab dan sunnah.”
Adapun orang yang berijtihad disebut mujatahid, yaitu :

اَلْمُجْتَهِدُ هُوَلْفَقِيْهُ الْمُسْتَفْرِغُ لِوُسْعِهِ لِتَحْصِيْلِ ظَنٍّ بِحُكْمٍ شَرْعِيٍّ بِطَرِيْقٍ الإِسْتِنْبَاطِ مِنْهُمَا
“adapun mujtahid itu adalah ahli fiqih yang menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama dengan jalan istinbath dari al-Quran dan sunnah”
Syarat-Syarat Mujtahid (syarat-syarat orang berijtihad)
Didalam ushul fiqih terdapat delapan syarat orang yang berijtihad :
Mengetahui isi al-Quran dan hadis yang bersangkutan dengan hukum itu meskipun meskipun tidak hafal diluar kepala
Mesti mengetahui bahasa arab dari segi sintaktis dan filologinya, seperti nahwu, sharaf, ma’ani, bayan dan badi’ agar dapat menafsirkan ayat-ayat al-Quran atau sunnah dengan cara berfikir yang benar
Mesti mengetahui imu ushul fiqih yang seluas-luasnya karena ilmu ini sebagai dasar berijtihad
Mesti mengetahui soal-soal ijma’ agar tidak timbul pendapat-pendapat yang tidak bertentangan dengan ijma’ itu
Mengetahui nasikh-mansukh dari al-Quran dan sunnah
Mengetahui ilmu riwayat dan dapat membedakan hadist yang shohih dan hasan, yang dho’if, yang makbul, dan yang mardud
Mengetahui rahasia-rahasia tasyri’ (asrarusy syari’ah) yaitu kaidah-kaidah yang menerangkan tujuan syara’ dalam meletakkan beban taklif kepada mukallaf
Memiliki sifat takwa dan muru’ah (harga diri), tidak takabbur dan menjauhi semua larangan Allah SWT.
Dasar-Dasar Ijtihad
Adapun yang menjadi dasar hkum ijtihad adalah al-quran dan al-Sunnah. Adapun Sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya hadis ‘Amr bin al-‘Ash yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad, yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bersabda :

إِذَاحَكَمَ الْحَاكِمَ فَاجْتَهَدَ فَأَصَابَ فَلَهَ اَجْرَانِ وَإِذَاحَكَمَ فَاجْتَهِدْ ثُمَّ اَخْطَأَ فَلَهُ اَجْرٌ وَاحِدٌ
“apabila seorang hakim menetapkan hukum denga berijtihad, kemudia dia benar maka dia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi jika dia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka dia mendapatkan satu pahala.”
Hadis dari Mu’adz bin Jabal ketika ia di utus oleh Nabi ke Yaman sebagai hakim :

أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ لَمَّا أَرَادَ أَنْيَبْعَثَ مُعَاذًا اِلَى اْليَمَنِ قاَلَ : تَقْضِ إِذَاعَرَضَ لَكَ قَضَاءً؟ قاَلَ : بِمَا فِي كِتَابِ اللهِ. قاَلَ : فَإِنْ لَمْ تَجْدِ فِي كِتَابِ اللهِ؟. قاَلَ : أَقْضِيْ بِمَا قَضَى بِهِ رَسُوْلُ اللهِ. قَالَ : أَجْتَهِدُ بِرَأْيِ. قاَلَ اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُوْلَ رَسُوْلِهِ.

“ketika Rosulullah memerintahkan Mu’adz ke Yaman, Rosulullah bertanya kepada Mu’adz . “dengan apa kamu memtutuskan perkara Mu’adz?.” Mu’adz menjawab : “dengan sesuatu yang terdpat di dalam kitab Allah.” Nabi bersabda : “kalau kamu tidak mendapatkannya di dalam kitab Allah?.” Mu’adz menjawab : “saya akan memutuskannya dengan sesuatu yang telah diputuskan oleh Rosul Allah.” Nabi berkata : “kalau kamu tidak mendapatkan sesuatu dari yang telah diputuskan oleh Rosul allah?.” Mu’adz menjawab : “saya akan berijtihad dengan pikiran saya.” Nabi bersabda : “segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan dari Rosulnya.”
Langkah-Langkah / Cara-Cara Berijtihad
Hendaklah para mujtahid pertama memperhatikan dalil yang tinggi tingkatannya, kemudian menggunakan dalil berikutnya. Urutannya ialah :
Pertama, nash al-Quran. kedua, Khabar mutawatir. Tiga, Khabar ahad. Empat, dhahir Qur’an. Lima, dhahir Hadis.
Jika tidak mendapat yang demikian, hendaklah ia memperhatikan perbuatan-perbuatan Nabi, kemudian taqrirnya.
Jika tidak mendapati yang demikian, hendaklah ia memperhatikan fatwa-fatwa sahabat, jika tidak mendapati juga, barulah ia menetapkan hukum dengan qiyas, atau dengan salah satu dalil yang dibenarkan syara’sambil memperhatikan kemaslahatan dan menolak kemufsadatan.
Jika mendapati dalil-dalil yang berlawanan, hendaklah ia mengumpulkan dalil-dalil yang menurut cara yang dibenarkan kaidah
Jika tidak mungkin karena sama-sama kuatnya, hendaklah dinasakhkan, dicari mana yang dahulu dan mana yang kemudian, dan yang dahulu itulah yang dibatalkan dan yang kemudian itula yang membatalkan. Kalau tidak diketahui hendaklah tawaquf (berhenti). Ia tidak boleh menetapkan hukum dengan dalil yang bertentangan. Ia hendaklah menggunakan dalil yang lebih rendah tingkatannya.
Tiga Tiang Agama
Ada tiga tiang utama dalam agama islam, yaitu: islam, iman dan ihsan
Islam adalah bersaksi tidak ada tuhan selain Allah SWT dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah SWT, mengerjakan solat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan haji bagi yang mampu
Iman adalah beriman (kepercayaan kepada Allah SWT, para malaikat Allah SWT, kitab-kitab Allah SWT, para Rasulullah (utusan Allah SWT), hari akhir (kiamat), qodha dan qodar Allah SWT yang baik maupun yang buruk
Ihsan adalah menyembah kepada Allah SWT seolah olah kita melihatnya, jka tidak bisa meliah Allah maka yakinlah Allah melihat kita

hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, sebagai berikut:

عَنْ عُمَرَبْنِ الخَطابِ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ عِندَ رَسُوْلِ الله صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ  الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ لاَيُرَ عَلَيْهِ أَثَرُالسَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّاأَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إَلَى النَبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمْ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلإِسْلاَمُ أَنْتَشْهَدَ أَنْ لاَإِلهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْ تِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُوْمَ رَمضانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَ لُهُ وَيُصَدِّ قُهُ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ؟ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَ ئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاْليَوْمِ اْلأَخِرِ وَتُؤْمِنَ بِلْقَدَرِخَيْرِهِ وَشَرِّهِ مِنَ اللهِ تَعَالى. قَالَ صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ؟ قَالَ : أَنْتَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي السّاعَةِ؟ قَالَ : مَا اْلمَسْؤُلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَسَّائِلِ قَالَ : فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا؟ قَالَ : أَنْتَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى اْلحُفَاةَ العُرَاةَ اْلعَالَةَ رعَاءَ الشَّاةِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي اْلبُنْيَانِ. ثَمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا. ثُمَّ قَالَ يَاعُمَرُ أَتَدْرِى مَنِ السَّائِلُ؟ قُلْتُ اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمَكُمْ دِيْنَكُمْ
dari Umar r.a juga dia berkata : ketika kami duduk disisi Rasulullah SAW suatu hari datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak seorang pun diantara kamiynag mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya Nabi seraya berkata:
“Ya Muhammad, beritahukan aku tentang islam?”,
maka bersabdalah Rasulullah SAW:
“islam adalah engkau yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan solat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadhan dan pergi haji jika mampu”,
kemudian dia berkata: “benar” kami semua heran dia yang bertanya dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertannya lagi: “beritahukan aku tentang Iman?”
lalu Beliau bersabda: “beriman kepada Allah, malaikat-malaikat nya, kitab-kitab nya, rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk”, kemudian dia berkata: “benar” kemudian dia berkata lagi: “beritahukan aku tentang Ihsan?”.
Lalu beliau bersabda: “ihsan adalah engkau yang beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Allah yang melihat kita”.
Kemudian dia berkata: “beritahu aku kapan hari kiamat datang?”,
beliau bersabda: “hanya Allah yang tau”. Dia berkata:
“beritahu aku tentang tanda-tandanya?”,
beliau bersabda: “jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat orang bertelanjang dada, miskin, dan pengembala domba, kemudian berlomba-lomba meninggikan bagunannya”, kemudian orang itu belalu begitu saja.
Kemudian Rasulullah bertanya: “taukah engkau siapa yang bertanya?”, kemudian umar berkata “Allah dan rasul nya yang lebih mengetahui” beliau bersabda “dia adalah jibril yang datang pada kalian bermaksud mengajarkan agama islam”. (Riwayat Muslim)

pada dasarnya 3 hal tersebut yakni Islam, Iman, Ihsan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Namun seiring perkembangannya, ulama berfikir, meneliti, dan menyimpulkan harus adanya pemisahan dengan harapan lebih mudah mengenali dan memahami satu persatu.dan akhirnya pemisahan pemisahan tersebut menghasilkan cabang-cabang ilmu tersendiri yang berbeda-beda, dengan 1 perincian sebagai berikut:
Islam, dalam pengertiannya memunculkan ilmu fiqih atau ilmu hukum islam
Iman, memunculkan ilmu tauhid atau ilmu kalam
Ihsan memunculkan ilmi tasawwuf atau ilmu akhlak

Pada perjalannya, meskipun telah menjadi ilmu tersendiri setelah adanya, pemisahan dalam tataran pengalaman kehidupan beragama, 3 hal tersebut tidak boleh dipisankan, akan tetapi harus diterapkan secara bersama-sama, artinya tidak boleh mementingkan aspek iman dan meninggalkan islam dan ihsan, atau sebaliknya. Bila itu terjadi maka pengalaman agama menjadi tidak sempurna atau bahkan tidak sah. Misalnya, orang yang sedang solat dia harus meng-esakan Allah SWT disertai keyakinan bahwa hannya Allah SWT yang wajib disembah, itulah namanya iman. Solat harus memenuhi syarat dan rukun, itulah islam. Dan solat harus dilakuan dengan khusu, tawadlu dan penuh dengan penghayatan di segala apa yang dibaca, itulah ihsan.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ijtihad
Ahmad bin Ahmad bin Ali al-Muqri al-Fayumi menjelaskan bahwa ijtihad secara bahasa adalah :
بذل وسعه وطاقته في طلبه ليبلغ مجهوده ويصل الى نهايته
“Pengarahan kesanggupan dan kekuatan (mujtahid) dalam melakukan pencarian suatu upaya  kepada ujung yang ditujunya.” 
Menurut al-Syaukoni arti etimologi ijtihad adalah :
عِبَارَةٌ عَنِسْ اسْتِفْرَاغِ الْوُسْعِ فِي اَيٍّ فِعْلٍ 
“Pembicaraan mengenai pengarahan kemampuan dalam pekerjaan apa saja”
Didalam ushul fiqih disebutkan bahwa ijtihad ialah :
اَلإِجْتِهَادُ إِسْتَفْرَاغُ الْوُسْعِ فِي َنيْلِ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ بِطَرِيْقِ الإِسْتِنْبَاطِ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَةِ
“Menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan menentukan dari kitab dan sunnah.”
Adapun orang yang berijtihad disebut mujatahid, yaitu :
اَلْمُجْتَهِدُ هُوَلْفَقِيْهُ الْمُسْتَفْرِغُ لِوُسْعِهِ لِتَحْصِيْلِ ظَنٍّ بِحُكْمٍ شَرْعِيٍّ بِطَرِيْقٍ الإِسْتِنْبَاطِ مِنْهُمَا
“adapun mujtahid itu adalah ahli fiqih yang menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama dengan jalan istinbath dari al-Quran dan sunnah”
Tiga Tiang Agama
Ada tiga tiang utama dalam agama islam, yaitu: islam, iman dan ihsan
Islam adalah bersaksi tidak ada tuhan selain Allah SWT dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah SWT, mengerjakan solat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan haji bagi yang mampu
Iman adalah beriman (kepercayaan kepada Allah SWT, para malaikat Allah SWT, kitab-kitab Allah SWT, para Rasulullah (utusan Allah SWT), hari akhir (kiamat), qodha dan qodar Allah SWT yang baik maupun yang buruk
Ihsan adalah menyembah kepada Allah SWT seolah olah kita melihatnya, jka tidak bisa meliah Allah maka yakinlah Allah melihat kita


DAFTAR PUSTAKA
Atang Abd Hakim & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam: Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet XI,2009.
https://dosenmuslim.com/aswaja/tiga-pilar-islam (diakses 13:30 15/03/19)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ushul Fiqh: pengertian amar dan nahi

Pengertian Dharuriyyat, Hajiyyat dan Tahsiniyyat

Makalah : Fiqih Muamalah Ju’alah ( Pemberian Upah )