Pengertian Perbankan Syariah
Perbankan Syariah adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank Syariah adalah badan usaha yang
berdasarkan prinsip syariah, menghimpun dana dari dalam bentuk simpanan
dan/atau investasi serta menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
pembiayaan dan bentuk-bentuk lainnya yang telah mendapat izin dari Bank
Indonesia untuk menyelenggarakan kegiatan usaha bank, terdiri dari Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Pengertian Bank Syariah berarti bank
yang tata cara operasionalnya didasari dengan tata cara Islam yang mengacu
kepada ketentuan Al-Quran dan Al-Hadits.
2.
Asas dan
Tujuan Perbankan Syariah
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.
3.
Prinsip
Perbankan Syariah
Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran
Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip
dalam ekonomi Islam
adalah larangan riba dalam berbagai
bentuknya, dan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil. Dengan
prinsip bagi hasil, Bank Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat
dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi
risiko yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank
dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi
nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja,
tetapi juga oleh pengelola modal.
Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan
nasional memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan kontribusi
yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah satu sarana pendukung
vital adalah adanya pengaturan yang memadai dan sesuai dengan karakteristiknya.
Pengaturan tersebut di antaranya dituangkan dalam Undang-Undang Perbankan
Syariah. Pembentukan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi kebutuhan dan
keniscayaan bagi berkembangnya lembaga tersebut. Pengaturan mengenai Perbankan Syariah
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang
mengakomodasi karakteristik operasional Perbankan Syariah, dimana, di sisi lain
pertumbuhan dan volume usaha Bank Syariah berkembang cukup pesat.
Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders
dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk
dan jasa Bank Syariah, dalam Undang-Undang Perbankan Syariah ini diatur jenis
usaha, ketentuan pelaksanaan syariah,
kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS
yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional. Sementara itu, untuk
memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan
operasional Perbankan Syariah selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak
mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.
Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan
syariah, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai masalah kepatuhan syariah (syariah
compliance) yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus dibentuk
pada masing-masing Bank Syariah dan UUS. Untuk menindaklanjuti implementasi
fatwa yang dikeluarkan MUI kedalam Peraturan Bank Indonesia, di dalam internal
Bank Indonesia dibentuk komite pengawas syariah, yang keanggotaannya terdiri
atas perwakilan dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat
yang komposisinya berimbang.
4.
Penyelesaian
Sengketa
Penyelesaian sengketa yang
mungkin timbul pada perbankan syariah, akan dilakukan melalui pengadilan di
lingkungan Peradilan Agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan
penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase,
atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati di
dalam Akad oleh para pihak.
Untuk menerapkan substansi undang-undang perbankan
syariah ini, maka pengaturan terhadap
UUS yang secara korporasi masih berada dalam satu entitas dengan Bank
Umum Konvensional, di masa depan, apabila telah berada pada kondisi dan jangka
waktu tertentu diwajibkan untuk
memisahkan UUS menjadi Bank Umum Syariah dengan memenuhi tata cara dan
persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan tersendiri
bagi Perbankan Syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin
terpenuhinya prinsip-prinsip Syariah, prinsip kesehatan Bank bagi Bank Syariah,
dan yang tidak kalah penting diharapkan dapat memobilisasi dana dari negara
lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap Bank Syariah dalam undang-undang
tersendiri.
5.
Perizinan
Perbankan Syariah
Pasal 5
(1) Setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau
UUS wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah atau UUS
dari Bank Indonesia.
(2) Untuk memperoleh izin usaha Bank Syariah harus memenuhi
persyaratan sekurang-kurangnya tentang:
a. susunan organisasi dan kepengurusan;
b. permodalan;
c. kepemilikan;
d. keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan
e. kelayakan usaha.
(3) Persyaratan untuk memperoleh izin usaha UUS diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bank Indonesia.
(4) Bank Syariah yang telah mendapat izin usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib mencantumkan dengan jelas kata “syariah” pada penulisan
nama banknya.
(5) Bank Umum Konvensional yang telah mendapat
izin usaha UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan dengan
jelas frase “Unit Usaha Syariah” setelah nama Bank pada kantor UUS yang
bersangkutan.
(6) Bank Konvensional hanya dapat mengubah kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dengan izin Bank Indonesia.
(7) Bank Umum Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Umum
Konvensional.
(8) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak dapat
dikonversi menjadi Bank Perkreditan Rakyat.
(9) Bank Umum Konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah wajib membuka UUS di kantor pusat Bank dengan izin
Bank Indonesia.
Pasal 6
(1) Pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah dan UUS hanya dapat
dilakukan dengan izin Bank Indonesia.
(2) Pembukaan Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri oleh Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional
yang memiliki UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah Kantor Cabang, wajib dilaporkan dan
hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia.
(4) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak diizinkan untuk membuka
Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar negeri.
6.
Anggaran
Dasar
Di dalam
anggaran dasar Bank Syariah selain memenuhi persyaratan anggaran dasar
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan memuat pula
ketentuan:
a. Pengangkatan anggota
direksi dan komisaris harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia;
b. Rapat Umum
Pemegang Saham Bank Syariah harus menetapkan tugas manajemen, remunerasi
komisaris dan direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan dan biaya
jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya yang ditetapkan dalam
Peraturan Bank Indonesia.
7.
Pendirian dan Kepemilikan Bank Syariah
Pasal 9
(1) Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau
c. pemerintah daerah.
(2) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan dan/atau
dimiliki oleh:
a. warga negara
Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia;
b. pemerintah
daerah; atau
c. dua pihak atau
leb ih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
(3) Maksimum kepemilikan Bank Umum Syariah oleh
warga negara asing dan/atau badan hukum asing diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, bentuk badan
hukum, anggaran dasar, serta pendirian dan kepemilikan Bank Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 diatur dengan Peraturan Bank
Indonesia.
Pasal 11
Besarnya modal disetor minimum untuk mendirikan Bank
Syariah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 12
Saham Bank Syariah hanya dapat diterbitkan dalam bentuk
saham atas nama.
Pasal 13
Bank Umum Syariah dapat melakukan penawaran umum efek
melalui pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 14
(1) Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum
Indonesia, atau badan hukum asing dapat memiliki atau membeli saham Bank Umum
Syariah secara langsung atau melalui bursa efek.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Perubahan
kepemilikan Bank Syariah wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal
14.
Pasal 16
(1)
UUS dapat menjadi Bank
Umum Syariah tersendiri setelah mendapat izin dari Bank Indonesia.
(2)
Izin perubahan UUS menjadi
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Bank Indonesia.
Pasal 17
(1)
Penggabungan,
Peleburan, dan Pengambilalihan Bank Syariah wajib terlebih dahulu mendapat izin
dari Bank Indonesia.
(2)
Dalam hal
terjadi Penggabungan atau Peleburan Bank Syariah dengan Bank lainnya, Bank
hasil Penggabungan atau Peleburan tersebut wajib menjadi Bank Syariah.
(3)
Ketentuan
mengenai Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Bank Syariah dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Komentar
Posting Komentar