Makna Qawaid Fiqhiyah

Qawaid merupakan jamak dari qaidah(kaidah). Dalam arti bahasa qaidah bermakna asas, dasar, atau pondasi. Sedangkan arti fiqhiyah diambil dari kata fiqh yang diberi tambahan ya’ nisbah yang berfungsi sebagai penjenisan atau membangsakan. Secara etimologi makna fiqh lebih dekat dengan makna ilmu sebagaimana yang dipahami oleh banyak sahabat. Maka qawaid fiqhiyah secara etimologis adalah dasar-dasar atau asas-asas yang berkaitan dengan masalah-masalah atau jenis fiqih. 


B. Sighat Qawaid Fiqhiyah
Sighat dalam qawaid fiqhiyyah adalah ijaz yang dalam arti kalimat yang ringkas maknanya padat dan luas. Mustafa ahmad al-zarqa memberikan rumusan yaitu pokok-pokok fiqh yang bersifat umum dalam bentuk teks-teks perundang-undangan yang ringkas,yang mencakup hukum-hukum yang di syariatkan secara umum pada kejadian-kejadian yang termasuk di bawah naungannya. Para ulama yang menyebutkan quwaid fiqhiyyah dengan rumusan hukum beralasan bahwa quwaid fiqhiyyah merupakan aturan yang mengatur tentang hukum-hukum syara’ sehingga tepat sekali apabila di definisikan sebagai hukum,karena memang mengandung hukum-hukum syara’. Qawaid fiqhiyyah adalah qaidah untuk mengetahui hukum-hukum,memeliharannya dan mengumpulkan hukum-hukum yang serupa serta menghimpun masalah-masalah yang berserakan dan mengoleksi makna-maknanya. Di samping itu,mayoritas hukum adalah qadhiyyah hukum merupakan bagian penting dari sebuah qadhiyyah karena menjadi parameter yang sangat penting dan kebenaran sebuah qadhiyyah. Para ulama yang mendefinisikan qawaid fiqhiyyah dengan sebutan al-ashl, termasuk ulama kontemporer terlebih dahulu menyetujui definisi-definisi yang telah ada kemudian mereka melihat bahwa pada dasarnya qawaid fiqhiyyah adalah aturan-aturan pokok tentang perbuatan yang dapat menampung hukum-hukum syara’.




C. Perbedaan Qawaid fiqhiyah, Qawaid Ushuliyah, Dlabith Fikih, Nadzariyah Fiqhiyah
1. Qawaid fiqhiyah
  Mengandung hukum fiqh didalamnya, qaidah ini mengandung hukum fiqh disetiap masalah, dan tidak mengandung rukun dan syarat.

2. Qawaid ushuliyah
Biasanya yang terdapat dalam ushul fiqh qawaid hukum yang bersumber dari bahasa arab, didalamnya terdapat rahasia-rahasia syara’ dan hukumnya.

3. Dlabith fikih
Memiliki ruang lingkup dan cakupan lebih sempit dari pada qawaid fiqhiyah.

4. Nadzariyah fiqhiyah
Hasil dari apa yang diangan-angan sesuatu dengan mata.


D. Klasifikasi Qawaid Fiqhiyah

Kaidah-kaidah fiqih yang cakupannya sangat luas sekali bahkan tak terhingga.
Kaidah-kaidah fiqih yang disepakati mazhab-mazhab fiqh tetapi cakupannya tidak luas.
Kaidah-kaidah fiqih yang disepakati oleh satu mazhab tertentu saja
Kaidah-kaidah fiqih yang tidak disepakati sekalipun dalam satu mazhab yang sama.










E. Qawaid Fiqhiyah lintas mazhab
Masa pertumbuhan dan pembentukan berlangsung selama tiga abad lebih dimulai dari zaman kerasulan abad ketiga hijrah. Periode ini dari segi fase sejarah hukum Islam, dapat dibagi menjadi tiga dekade: zaman Nabi Muhammad saw, yang berlangsung selama 22 tahun lebih, dan zaman tabi’in serta tabi’ al-tabi’in yang berlangsung selama 250 tahun. Masa kerasulan dan masa tasyri’ (pembentukan hukum Islam) merupakan embrio kelahiran qawa’id fiqhiyyah. Nabi Muhammad saw menyampaikan hadis-hadis yang jawami’ ‘ammah (singkat dan padat). Hadis-hadis tersebut dapat menampung masalah-masalah fikih yang sangat banyak jumlahnya.  Berdasarkan hal  itu, maka hadis Nabi Muhammad saw disamping sebagai sumber hukum, juga sebagai qawa’id fiqhiyyah. Demikian juga ucapan-ucapan sahabat (atsar) juga dikategorikan sebagai jawami’ al-kalim  dan qawa’id fiqhiyyah oleh banyak ulama.
Fuqaha  Hanafiah menjadi orang pertama yang mengkaji qawa’id fiqhiyyah dalam sejarah. Hal ini karena luasnya furu’ yang mereka kembangkan. Di samping itu, dalam membentuk ushul mazhab, fuqaha Hanafiah mendasarkan pemikirannya kepada hukum furu’ para imam mazhabnya. Contohnya adalah Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani (w. 189 H) dalam kitabnya al-Ushul menyebutkan satu permasalahan, lalu darinya ia membuat banyak hukum furu’ yang sulit dihapal dan diidentifikasi. Kondisi seperti inilah yang mendorong fuqaha Hanafiah untuk membuat kaidah dan dhabit.
Dari kalangan madzhab Maliki Muhammad bin Abdullah bi Rasyid al-bakri al-Qafshi (685 H) menulis “al-Mudzhb fi Qawaid al-Madzhab” dan masih banyak lagi. Karya-karya ini menunjukan bahwa qawaid fiqhiyah mengalami perkembangan yang pesat pada abad ke-7 H. Qawaid fiqhiyah pada abad ini nampak tertutup namun sedikit demi sedikit mulai meluas.
Pada abad VIII H, ilmu qawa’id fiqhiyyah berada pada puncak keemasan yang ditandai dengan banyak bermunculannya kitab-kitab qawa’id fiqhiyyah. Dalam hal ini, ulama Syafi’iyyah termasuk yang paling kreatif. Di antara karya-karya besar yang muncul dalam abad ini adalah:
al-Asybah wa al-Nazhair karya Ibnu Wakil al-Syafi’i (w. 716 H).
 Kitab al-Qawa’id karya al-Maqqari al-Maliki (w. 758 H).
 Kitab al-Majmu’ al-Muzhab fi Dhabt Qawa’id al-Mazhab karya al-‘Alai al-Syafi’i (w. 761 H).
 Kitab  al-Asybah wa al-Nazhair karya al-Subki al-Syafi’i (w. 711 H).
 Kitab al-Asybah wa al-Nazhair karya al-Isnawi (w. 772 H).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ushul Fiqh: pengertian amar dan nahi

Pengertian Dharuriyyat, Hajiyyat dan Tahsiniyyat

Makalah : Fiqih Muamalah Ju’alah ( Pemberian Upah )