Seklumit kegelisahan

Hemat saya, dalam menyikapi tantangan hidup kedepan denganmu ada beberapa hal yang aku ragukan. Awalnya, aku kira yang kau katakan itu sesuai apa yang aku pikirkan dan sesui yang aku inginkan. Lagi-lagi aku termakan dengan instingku sendiri dalam menyikapi sikapmu. Aku rasa ini hal bodoh yang aku lakukan dalam sekian kalinya, harus menerima rasa kecewa dalam main hati. Iya, ini hal bodoh kurasa. Dari awal memang sudah ku bayangkan berat ini berat, berbeda idiologi dan warna almet yang seharusnya itu hal yang muskil tapi entah, aku lalui ranjau itu dengan keyakinan yang pas-pasan. Aku harus berkomentar, datangnya manusia itu semua menjadi api. Aku harus membakar yang sudah matang dan menelan makanan yang sudah gosong, itu pribahasaku. Siang malam aku putar otakku untuk mencari jalan untuk membahagiakannya walau dengan gaya yang sepele dan bisa dikatakan pas-pasan. Soal materi memang aku kalah telak, kalau dia rela tidak makan hanya untuk mengenyakan perutmu. Kalau aku sebaliknya aku dulu yang harus kenyang baru kau. Dalam cara mendekati orang tuamu aku kalah waktu. Dia lebih lama untuk mengenalmu dan keluargamu. Menyikapi ini aku terobos lampu merah aku tak takut sama polisi yang menilangku bahkan aku tak takut jika harus di tabrak busway yang melintas depan simpang empat. Ku gali keyakinan ini kurobohkan rasa takutku aku ingat kata orang tuaku jangan menyerah jika kau benar dan jangan takut bila kau sala, kau harus siap untuk menanggung resikonya. Sudah ku pikirkan berkali-kali kata orang tuaku ini, inilah kekuatanku u tuk melawannya. Melihat historis kau bukan emas yang harus ku gali sampai akar untuk mendpatkanmu. Entah, apalagi kekuatanku yang bisa aku katakan kepadamu. Aku bukan ahli dalam mengolah rasa aku juga bukan laki-laki yang suka bilang "aku mencintaimu", sulit bagiku untuk mengatakan itu wanita terdekatku kecuali memang benar-benar merasakanya. Dalam situasi yang seperti ini bolehkah aku berpikir sedikit buruk tentangmu, bukan aku tak percaya, ini hanya halusinasiku atau pertanyaanku dalam diam. Begini, apa kau memanfaatka kepolosan dan rasa sayangku ini, agar kau bisa menghindari dia yang katamu selalu mengejarmu dan kau menolaknya dengan dalih kau tak suka. Ah benar ini sangat mengonyakku telingaku panas badanku panas rasanya aku ingin tonjok pelipis mata orang jahat yang memakan hak rakyat. Ulasanku itu terkalahkan dengan cinta sebab itu aku tak buru-buru mrnjauh dari telingamu. Aku masih menginginkan bibirmu bicara dan kupingku mendengar suaramu.

Komentar

  1. I really love your blog.. Very nice colors & theme.
    Did you create this site yourself? Please reply back
    as I?m wanting to create my own personal site and would like to
    learn where you got this from or just what the theme is named.
    Cheers!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ushul Fiqh: pengertian amar dan nahi

Pengertian Dharuriyyat, Hajiyyat dan Tahsiniyyat

Makalah : Fiqih Muamalah Ju’alah ( Pemberian Upah )