Masail Fiqhiyah: Pengertian Madzab
Menurut bahasa, mazhabمذهب)
) berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang
menunjukkan tempat) yang diambil dari fi'il madhy "dzahaba" (ذهب) yang berarti "pergi". Bisa juga
berarti al-ra'yu (الرأى) yang artinya
"pendapat". Sedangkan yang dimaksud dengan mazhab menurut istilah,
meliputi dua pengertian, yaitu:
a. Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang
ditempuh oleh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa
berdasarkan kepada Al-Qur'an dan hadits.
b. Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam
Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari Al-Qur'an dan hadits.
Jadi, mazhab adalah
pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam memecahkan
masalah, atau mengistinbathkan hukum Islam. Selanjutnya Imam mazhab dan mazhab
itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara
istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang
masalah hukum Islam.[1]
A. Metode Syafi’iyah
Muhammad idris As- syafi’i, setelah terkenal dengan panggilan
kehormatan Imam Syafi’i, setelah lebih seabad Nabi Muhammad wafat, dalam
periode pembinaan, pengembangan dan pembukuan hukum islam dipermulaan khalifah
Abbasiyah (750-1258), atas permintaan Abdurrahman bin mahdi, menyusun suatu
teori tentang sumber-sumber hukum islam dalam sebuah buku yang bernama kitab
al-Risala fi usul al-fiqh,biasa disingkat dengan kitab al-Risalah(majid
khadduri, 1961:21).menurut pendapat syafi’i dalam buku tersebut, sumber hukum
islam ada empat, yaitu 1. Al-Qur’an, 2. As-sunnah atau Al-Hadist, 3. Al-Ijma’,
dan 4. Al-Qiyas pendapat imam syafi’i ini terdapat pada Al- Qur.an surat
An-Nisa’(4) ayat 59 tersebut:[2]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman taatilah Rasul dan orang-orang
yang memegang kekuasaan diantara kamu. Jika kamu berbeda pendapat mengenai
sesuatu, kembalikanlah (perbedaan
pendapat itu) kepada ALLAH dan Rasul. “perkataan “taatilah Allah dan
Rasul “ dalam ayat terssebut menunjukan kepada Al-Qur’an dan As- sunnah atau
Al-Hadist sebagai sumber hukum islam. Perkataan “ dan taatilah orang-orang yang
memegang kekuasaan diantara kamu, “menunjukan kepada Al-Ijma’ sebagai sumber
hukum. Sedangkan kata-kata “ jika kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu,
kembalikanlah kepada Allah dan Rasul” menunjuk kepada Al-Qiyas sebagai sumber
hukum islam. ( Hasbi Ash- Shiddiqieqy, 1953:50).
Dalam kepustakaan
hukum islam ia disebut sebagai master architect(arsitek agung) sumber-sumber
hukum fiqh islam karena dialah ahli hukum islam pertama yang menyusun ilmu usl
al-fiqh (usul fiqh) yakni ilmu tentang sumber-sumber hukum fiqh islam. Ia
terkenal juga mempunyai dua pendapat mengenai masalah yang sama atau hampir
bersamaan yang di keluarkannya di dua tempat yang berbeda karena perbedaan
waktu, situasi, dan kondisi. Pendapat yang di kemukakannya ketika
ia berada di bagdad (irak) terkenal dengan nama qaul qodim (pendapat lama), dan
pendapat yang dikeluarkannya di kairo (mesir) ditempat ia meninggal dunia
dikenal dengan pendapat baru (qaul jadid). Disini kelihatan bahwa faktor waktu
dan tempat mempengaruhi pemikiran dan hasil pemikiran hukum, walaupun sumbernya
sama. [3]
Mazhab syafi’i
sekarang diikuti dimesir, palestina, (juga di beberapa tempat di syria dan
libanon, irak, dan india), mungthai, filiphina, malaysia, dan indonesia. [4]
Metode Imam
Syafi’i adalah sebagai berikut :
a. Al-qur’an : Alqur’an merupakan sumber
pokok huku islam sampai akhir zaman.
b. Hadits : Sumber kedua dalam menentukan
hukum ialah sunnah Rasulullah SAW.
Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka
As-Sunnah menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an
c. Ijma’ Yang disebut Ijma’ ialah
kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad SAW seluruh persoalan hukum kembali
kepada beliau. Setelah wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada para
sahabatnya dan para Mujtahid.
d. Qiyas: menyamakan hukum suatu hal yang
tidak terdapat ketentuannya di dalam al-qur’an dan as-sunnah/ al-hadist dengan
hal lain yang hukumnya disebutkan dalam al-qur’an dan sunnah rasul(yang
terdapat dalam kitab –kitab hadist) karena persamaan ilat(penyebab atau
alasannya).
e. Istishhab; Istishhab menetapkan hukum
suatuhal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya. Atau melangsungkan berlakunya
hukum yang telah ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya.[5]
B. Abu Hanifah (Al- Nukman ibn Tsabit): 700-767 M.
Ia
hidup di Kufah yang letaknya jauh dari madinah tempat Nabi Muhammad hidup
dahulu. Berbeda dengan madinah, ditempat banyak orang mendengar dan mengetahui
sunnah nabi, di Kufaha tidak banyak orang yang mengetahui benar tentang sunnah
Nabi Muhammad. Selain itu keadaan masyarakat kufah jauh berbeda daripada
masyarakat madinah. Di madinah penduduknya heterogen, hidup dalam suasana kota
yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Perbedaan keadaan diantara kedua tempat
tersebut, menyebabkan perbedaan masalah yang timbul dalam masyarakat. Ini
menyebabkan pemecahan masalah hukumnya pun menjadi berbeda pula. [6]
Perbedaan intensinya dalam mempergunakan
sumber-sumber hukum ini, menyebabkan perbedaan-perbedaan pendapat yang akhirnya
menimbulkan aliran-aliran pemikiran dalam hukum fiqh islam. Karena Abu Hanifah
dan kemudian murid-muridnya banyak mempergunakan pikiran atau ra’yu dalam
memecahkan masalah hukum, dalam kepustakaan mazhab hanafi ini dikenal dengan
sebutan ahlu ra’yu.
Banyak murid-muridnya yang menjadi
mujtahid mazhab yang mengembangkan pendapat mujtahid mutlaknya itu. Diantaranya
yang terkenal adalah 1. Abu yusuf (774-824) yang pernah menjadi hakim agung
dalam pemerintahan khalifah Harun Al-
Rasyid. Selain Abu Yusuf, terkenal pula, 2. As- Syaibani (724-811) yang menulis
buku memuat himpunan pendapat yang pernah di kemukakan oleh Abu Hanifah.[7]
Mazhab ini dianut sekarang di
Turki,Syria,Irak,Afganistan,Pakistan,india,Cina, dan Uni Soviet.di beberapa
negeri islam, seperti syria, libanon dan mesir, mazhab Hanafi menjadi mazhab
hukum resmi Dasar – dasar Istinbath Mazhab Imam Abu Hanifah
Mazhab
Abu Hanifah adalah gambaran yang hidup dan jelas bagi relevansi Hukum Islam dengan tuntutan masyarakat,
beliau mendasarkan mazhabnya pada :
a. Al-Qur’an : Alqur’an merupakan sumber
pokok hukum islam sampai akhir zaman.
b. Hadits:
Hadits merupakan penjelas dari pada Al-Qur’an yang asih bersifat umum.
c. Aqwalus shahabah (Ucapan Para Sahabat):
ucapan para sahbat menurut Imam hanafi itu sangat penting karena menurut beliau
para sahabat meupakan pembawa ajaran rasul setelah generasinya.
d. Qiyas: beliau akan menggunakan Qiyas apa
bila tidak ditemukan dalam Nash Al-Qur’an, Hadits, maupun Aqwalus shahabah.
e. Istihsan: merupakan kelanjutan dari
Qiyas. Penggunaan Ar-Ra’yu lebih menonjol lagi, istihsan menurut bahasa adalah
“menganggap lebih baik”, menurut ulama
Ushul Fiqh Istihsan adalah meninggalkan ketentuan Qiyas yang jelas illatnya
untuk mengamalkan Qiyas yang bersifat samar.
f. Urf, beliau mengambil yang sudah
diyakini dan dipercayai dan lari dalam kebutuhan serta memperhatikan muamalah
manusia dan apa yang mendatangkan maslahat bagi mereka. Beliau menggunakan
segala urusan (bila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an ,As-Sunnah dan Ijma’ atau
Qiyas ), beliau akan menggunakan Istihsan, jika tidak bisa digunakan dengan
istihsan maka beliau kembalikan kepada Urf manusia.
C.
Malik bin Anas:713-795 M.
Malik bin Anas,hidup dan mengembangkan
pahamnya dimadinah dimana banyak orang yang mengetahui sunnah nabi. Oleh karena
itu, Malik banyak banyak mempergunakan sunnah dalam memecahakan persoalan
hukum. Malik sendiri menjadi pengumpul sunnah nabi. Ia menyusunnya dalam kitab
hadist yang terkenal dengan nama al-muwatta’ (al – muwaththak: jejak, langkah,
perintis). Karena isi kitabnya itu, khalifah Harun Al- Rasyid pernah menyatakan
keinginannya agar buku himpunan hadist hukum yang disusun oleh Malik bin Anas
itu dijadikan hadist hukum fiqh islam. Malik sendiri keberatan atas maksud
khalifah itu dengan alasan bahwa di setiap tempat telah ada ahli hukum fiqh
islam, selain Al-qur’an. Penolakan ini berarti pula bahwa Malik bin Anas
menghargai keanekaragaman sumber hukum dalam pemecahan masalah pada situasi dan
kondisi yang berbeda. [8]
Imam
Malik berguru kepada banyak guru diantaranya adalah Abdurrahman ibnu hurmuz,
Rabi’ah bi Abdurrahman Farrukh, Athi’ budak Abdullah bin Umar, Ja’far bin
Muhammad Baqir, Muhammad bin Muslim Az-Zuhri, Abdurrahman Dzakwan, Yahya bin
Sa’id Al-Anshari, Abu hazim Salamah bin Dinar, dan guru-gurunya yang lain dari
kalangan tabi’in seperti yang
di ungkapkan oleh An-Nawawi.
Imam Malik adalah ahli fiqh dan hadits.
Pada masanya beliau terbilang paling berpengaruh di seluruh Hijaz. Orang
menyebut beliau “Sayyid Fuqaha Al Hijaz” (pemimpin ahli fiqh diseluruh daerah
Hijaz). Beliau mempunyai banyak sahabat (murid), diantaranya yang terkenal
ialah Muhammad Bin Idris Bin Syafi’i, Al Laisy Bin Sa’ad, Abu Ishaq Al Farazi.
Pengikut mazhab ini yang tersebar di Tunisia, Tripoli, Maghribi dan mesir.[9]
Mazhab Maliki (yang dihubungkan pada Malik bin
Anas) dianut sekarang di maroko, Aljazair, libya, Mesir selatan, Sudan,
Bahrain, dan kuwait.
Dasar-dasar istinbath
Mazhab Imam Malik
adalah sebagai berikut:
a. Al-qur’an: Al-Qur’an merupakan sumber
utama dan pertama dalam pengambilan hukum. Karena Al-Qur’an adalah perkataan
Allah yang merupakan petunjuk kepada ummat manusia dan diwajibkan untuk
berpegangan kepada Al-Qur’an.
b. Sunnah rasul yang beliau pandang sah.
c. Ijma’ para Ulama Madinah, tetapi beliau
kadang-kadang menolak hadits apabila nyata-nyata berlawanan atau tidak
diamalkan oleh para ulama madinah.
d. Qiyas : Qiyas menurut bahasanya berarti
mengukur, secara etimologi kata itu berasal dari kata Qasa. Yang disebut Qiyas
ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya
sebab yang antara keduanya.
e. Mashalihul Mursalah (Istislah):
Maslahah mursalah menurut lughat terdiri atas dua kata, yaitu maslahah dan
mursalah. Kata maslahah berasal dari kata bahasa arab sholaha- yasluhu menjadi
sholhan atau mashlahatan yang
berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan, sedangkan kata mursalah
berasal dari kata kerja yang ditafsirkan
sehingga menjadi isim maf’ul, yaitu:
arsala- yursilu- irsalan- mursalan
yang berarti diutus, dikirim atau dipakai (dipergunakan). Perpaduan dua
kata menjadi “maslahah mursalah” yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan)
yang dipergunakan menetapkan suatu hukum islam, juga dapat berarti suatu
perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat). masalih
al- mursalah ( kemaslahatan atau
kepentingan umum)sebagai metodenya atau alat menemukan hukum untuk di terapkan
pada suatu kasus yang konkret.
D.
Ahmad bin Hambal (Hanbal): 781-855 M.
Ia belajar hukum dari beberapa ahli,
termasuk Syafi’i, dibeberapa tempat. Selain ahli hukum, ia ahli pula tentang
hadist nabi. Berdasarkan keahliannnya itu, seperti halnya dengan Malik bin
Anas, ia menyusun kitab hadist terkenal bernama al-musnad atau (kadang-kadang
ditulis) al- masnad. Pendapat Ahmad bin Hanbal ini menjadi pendapat resmi (negara)
di Saudi Arabia (sekarang). Dibandingkan dengan aliran-aliran tersebut diatas
mazhab Hambali ini yang paling sedikit penganutnya. Sumber hukumnya adalah sama
dengan syafi’i dengan menekankan atau mengutamakan Al-qur’an dan sunnah. Mazhab Imam Syafi’i adalah sebagai berikut :
a.
Al-qur’an : Alqur’an merupakan sumber pokok hukum islam sampai akhir
zaman.
b. Hadits
: Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah SAW. Karena Rasulullah yang berhak
menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah menduduki tempat kedua
setelah Al-Qur’an
c. Ijma’
Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad SAW seluruh
persoalan hukum kembali kepada beliau. Setelah wafatnya Nabi maka hukum
dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid.
d. Qiyas: menyamakan
hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam al-qur’an dan
as-sunnah/ al-hadist dengan hal lain yang hukumnya disebutkan dalam al-qur’an
dan sunnah rasul(yang terdapat dalam kitab –kitab hadist) karena persamaan
ilat(penyebab atau alasannya).
e. Istishhab; menetapkan hukum suatuhal menurut
keadaan yang terjadi sebelumnya. Atau melangsungkan berlakunya hukum yang telah
ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya.
Metode istinbath Imam Ahmad bin Hanbal lebih banyak
menyandarkan pada hadits dan atsar dari pada menggunakan ra’yu (ijtihad).
Beliau lebih menyukai berhujjah dengan hadis dhaif untuk masalah furu’iyah
daripada menggunakan Qiyas.[10] .
Keempat pendiri mazhab yang disebut
‘imam’ ini menyatakan bahwa sumber-sumber (pengambilan) hukum mereka adalah
Al-qur’an dan Sunnah Nabi. Karena itu pula mereka menganjurkan agar para ahli
yang datang kemudian, mengambil hukum dari sumber yang sama yaitu Al-qur’an dan
Sunnah. Sementara itu mereka menemukan juga cara atau metode pembentukan hukum melalui
ijma’ dan qiyas yang kemudian diakui dan dinyatakan oleh Syafi’i sebagai sumber
hukum ketiga dan keempat. Dan sebagai pendapat manusia, hasil ijma’ dan qiyas
ini tidak terhindar dari kemungkinan salah, karena itu tidak dapat dianggap
sebagai pendapat yang final dan mutlak yang tidak mungkin berubah atau diubah
lagi.[11]
Keempat mazhab tersebut di atas
mempunyai pendapat sendiri tentang hukum atau garis-garis hukum mengenai
berbagai masalah hukum baik di bidang ibadah maupun muamalah. telah mereka
rumuskan pula garis-garis hukum nya sampai kesoal yang sekecil-kecilnya. Untuk
mengetahui berbagai pendapat dalam keempat aliran hukum dikalangan sunni ini
oleh Ibnu Rusyd telah disusun sebuah buku pegangan perbandingan pendapat dalam
ke empat mazhab itu dalam bukunya yang dikenal: Bidayatul Mujtahid.
[1] Chaerul Huda,” Metode Penetapan
hukum Islam”,http://pmtkunikal.blogspot.co.id/2013/10/metode-penetapan-hukum-islam-menurut.html (diakses 3 oktober 2013).
[2] Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H, “ Hukum
Islam”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada),cet.ke-3, h.76.
[10] Sartikahinata, “ Ijtihad Pada Masa
Imam Mazhab https://sartikahinata.wordpress.com/2013/02/17/ijtihad-pada-masa-imam-mazhab-dan-sesudahnya/ (diakses 24 july 2010).
[11] Prof.h.Mohammad Daud Ali,S.H, op. cit.,
h.190.
Komentar
Posting Komentar