Tradisi Sarungan




Masyarakat akhir-akhir ini banyak yang beranggapan bahwa yang memakai sarung hanya orang yang baru saja sunat (khitan). Tradisi di masyarakat ketika selesai sunat (khitan) biasa nya memakai sarung memudahkan pergerakan dan longgar angin bebas keluar masuk, karna itu sarung di pakai agar cepat sembuh dan kering bekas sunat (khitan).
Sebenarnya sarung telah di gunakan dari abad 14,  dibawa oleh para saudagar Arab dan Gujarat. Sarung di Indonesia identik dengan kebudayaan Islam. Sarung menjadi salah satu pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi.
Oleh karna itu sarung menjadi tradisi di pesantren ataupun kalangan umum yang sering di gunakan untuk solat ke masjid ataupun pergi mengaji.
Pada zaman penjajahan Belanda, sarung identik dengan perjuangan melawan budaya barat yang dibawa para penjajah. Kaum santri merupakan masyarakat yang paling konsisten menggunakan sarung, Sikap konsisten penggunaan sarung juga dijalankan oleh salah seorang pejuang yaitu KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang tokoh penting di Nahdhatul Ulama (NU). Sarung sebagai simbol perlawanannya terhadap budaya Barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya di hadapan para penjajah.
Namun akhir-akhir ini tradisi sarungan telah luntur di masyarakat, banyak yang beranggapan bahwa sarungan identik dengan orang tua dan anak kecil yang telah selesai di sunat (khitan). (IrgiNF)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ushul Fiqh: pengertian amar dan nahi

Pengertian Dharuriyyat, Hajiyyat dan Tahsiniyyat

Makalah : Fiqih Muamalah Ju’alah ( Pemberian Upah )